Kamis, 25 April 2024
BerandadeEdukasiGarut Krisis Kepala Sekolah, Dewan Pendidikan : Ini Krusial, Harus Tuntas Jika...

Garut Krisis Kepala Sekolah, Dewan Pendidikan : Ini Krusial, Harus Tuntas Jika Pendidikan Mau Bermutu

Dejurnal.com, Garut – Adanya ratusan satuan pendidikan tingkat dasar yang tak berkepala sekolah, sudah menjadi bahasan internal Dewan Pendidikan Kabupaten Garut (DPKG), kendati selama ini dewan pendidikan tak pernah diajak bicara secara resmi untuk menyelesaikan krisis kepala sekolah ini.

“Padahal kekosongan kepala sekolah ini merupakan hal yang sangat krusial dan hal ini harus dipecahkan bersama dengan pemegang kebijakan,” ujar Susilawati, salah satu anggota DPKG kepada dejurnal.com.

Menurut Susi, dirinya tidak pernah habis pikir permasalahan dunia pendidikan khususnya di Kabupaten Garut tidak ada progres yang signifikan, mungkin salah satu faktornya SDM.

“Saya kedatangan calon kepsek yang sudah lulus 2 tahun ke belakang dan lulus Diklat di Solo, sampai saat ini tidak angkat jadi kepala sekolah padahal guru prestasi,” ungkapnya.

Padahal, lanjut Susi, banyak jabatan kepala sekolah yang kosong khususnya Sekolah Dasar, jadi ini memang permasalahan yang harus diselesaikan jangan sampai dunia pendidikan di Garut tidak bermutu dan tidak terawasi.

“Kalo hanya mngandalkan PLT tidak akan fokus apalagi hubungannya dengan pencairan BOS yang tanda tangan kan kepsek, guru dan siswa harus benar-benar diperhatikan, apalagi yang di daerah terpencil, apa efektif PLT berperan di dua sekolah atau lebih?” tuturnya.

Selaku anggota DPKG, Susi merasa miris sekali jika melihat pengangkatan kepala sekolah tidak pakai managemen dan aturan yang tidak jelas.

“Contoh kedua, tahun kemarin ada calon kepsek dinyatakan tidak layak dalam ujian tapi tiba-tiba ada ikut Diklat di Solo dan data ada di kami,” ungkapnya.

Susi melanjutkan, menurut PP Nomor 17 Tahun 2010 jelas bahwa DP miliki peran pertimbangan atas kebijakan pendidikan, maka sudah jelas rekruitmen Cawas dan Cakep, Dewan Pendidikan harus dilibatkan dalam memberikan masukkan sesuai tugas dan fungsi dewan pendidikan.

“Ini kan tidak ada, terus terkendala anggaran dalam hal biaya diklat, apakah harus ditanggung peserta diklat atau cari solusi untuk menyelesaikannya,” tandasnya.

Pendidikan, lanjutnya, hal yang fundamental yang harus segera diselesaikan kalau IPM Kabupaten Garut ingin meningkat dan pendidikan yang bermutu.

“Dan transfaransi dalam menentukan calon kepsek mana layak dan tidak layak, aturan sudah jelas tapi pelaksanaannya patut dipertanyakan ada apa dan kenapa!ukurannya banyak peserta seleksi untuk calon kepsek tidak puas,” pungkasnya.

Tanggapan lain datang dari anggota DPKG Dedi Kurniawan yang mengatakan bahwa dalam kondisi darurat dimana SD kekurangan kepala sekolah seperti ini, harus melakukan terobosan, hanya memang terkendala oleh NUKS.

“Dengan adanya persyaratan dalam dapodik harus mempunyai NUKS maka jabatan tidak bisa dijabat oleh kepala sekolah (yang belum lolos Diklat Kepsek),” tandasnya.

Menurut Dedi, sebetulnya kalau tidak ada persyaratan itu dalam Dapodik, bisa memPLTkan Kepala Sekolah oleh guru yang ada di sekolah tersebut.

“Untuk itu kita harus konsultasi ke kemendikbud agar diberikan kelonggaran untuk memPLTkan Kepsek oleh Guru di sekolah tersebut tapi bisa diakses oleh sistem dapodik,” katanya.

Dedi melanjutkan, dengan lahirnya kebijakan guru penggerak sebagai bibit kepala sekolah akan menjadi problem baru bahkan kemungkinan lebih rumit sebab yang lolos guru penggerak tidak seimbang dengan proporsi kebutuhan Kepsek dimasa yang akan datang.

“Untuk mendiklat cakep yang sudah lolos pendidikan di LP2KS, kami mendorong Pemda Garut menyediakan anggaran sesuai dengan jumlah cakep yang lolos di LP2KS Solo agar tidak terjadi antrian cakep yang akan diklat sehingga menpengaruhi pengangkatan kepek sehingga berdampak terhadap pelayanan khususnya ketersediaan kepsek,” pungkasnya.

Tak berbeda jauh, Agus Rahmat Nugraha menanggapi bahwa persoalan krisis kepala sekolah ini sangat mendasar sekali.

“Bahkan waktu rapat koordinasi saya pribadi pernah menyampaikan bahwa vitalitas seorang pemimpin bil khusus di dunia pendidikan sangat krusial,” tandasnya.

Menurut Agus, jika pun ada pemimpinnya lalu tidak berkualitas, maka ikan busuk mulai dari kepalanya, apalah (lagi) sangat tidak dibenarkan secara syar’i dan logika apapun jika dalam sebuah lembaga tidak ada pemimpinnya alias terjadi kekosongan pemimpin.

“PLT hanyalah obat penenang sesaat, setelah itu sejatinya kembali ke hal normal, yakni terisinya kepemimpinan di sekolah kita,” pungkasnya.***Raesha

Anda bisa mengakses berita di Google News

Baca Juga

JANGAN LEWATKAN

TERPOPULER

TERKINI