Jumat, 19 April 2024
BerandadeHumanitiOpiniKitaHutang 150 Milyar Untuk Pembangunan Infrastruktur, Solusi Apa yang Harus Dilakukan?

Hutang 150 Milyar Untuk Pembangunan Infrastruktur, Solusi Apa yang Harus Dilakukan?

Oleh : AGUS DERMAWAN, SE

Mencermati maraknya pro kontra rencana hutang daerah Kabupaten Ponorogo sebesar 150 milyar di media masa belakangan ini, menimbulkan banyak pertanyaan publik dan beragam asumsi karena Pemerintah Daerah sebelumnya di akhir masa jabatan juga pernah mengajukan hutang 200 milyar walaupun realisasinya yang cair kisaran 44 milyar.

Sebelum membahas masalah hutang memang sebaiknya Pemerintah Daerah menelaah lebih dalam hutang daerah bersama dengan dampak kemampuan fiskal daerah 5 tahun ke depan. Karena yang namanya hutang memang harus mengembalikan, artinya kemampuan fiskal daerah untuk pembiayaan program daerah akan turun karena anggarannya sebagian untuk mengangsur hutang selama 5 tahun. Perhitungannya Pemda harus mengangsur pokok 30 milyar ditambah bunga 5,5% sebesar 1.650.000.000, sehingga total angsurannya sebesar 31.650.000.000 per tahun.

Dalam situasi pandemi Covid 19, Pemerintah Daerah perlu membuat terobosan khususnya kebijakan strategi penyusunan anggaran yang efektif dan efisien , sehingga selain anggaran fokus untuk penanganan Covid-19, setidaknya juga untuk pemulihan ekonomi yang 2 tahun belakangan ini merosot tajam. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah daerah tidak bisa membangun tanpa mengajukan hutang?

Untuk menjawab pertanyaan ini mungkin perlu dikaji lebih mendalam, apakah penyusunan anggaran APBD Perubahan tahun anggaran 2021 sudah efektif dan sudah ada upaya efisiensi? Salah satu contoh RSUD dr. Harjono untuk tahun anggaran 2021 rencana pendapatan operasi jasa layanan Rumah Sakit sebesar kisaran 117,6 milyar ditambah pendapatan lain lain BLUD totalnya pendapatan rumah sakit direncanakan sebesar kisaran 120,5 milyar.

Sedangkan rencana belanja RSUD dr. Harjono untuk APBD Perubahan tahun anggaran 2021 adalah sebesar 223,6 milyar. Pertanyaannya dengan pendapatan 120,5 milyar dan rencana jumlah belanja sebesar 223,6 milyar dari mana sumber pembiayaan kekurangan 103 milyar? (223,6 milyar – 120,5 milyar ). Besar pasak daripada tiang, lebih besar belanja dibandingkan pendapatan atau dengan kata lain manajemen RSUD dr. Harjono dalam rencana APBD Perubahan tahun anggaran 2021 terjadi defisit anggaran sebesar 103 milyar yang ditalangi oleh APBD.

Untuk lebih mudah memahami kita bandingkan dengan rencana bisnis dan anggaran RSUD Daerah tetangga yang tipenya sama, misalnya RSUD RA Kartini Kabupaten Jepara yang sama-sama RSUD BLUD dan Rumah Sakit Umum Daerah tipe B.

RSUD RA Kartini Jepara pada tahun anggaran 2021, rencana pendapatan 141,50 milyar, belanja operasi sebesar 127,52 milyar artinya ada surplus dari selisih rencana pendapatan sebesar Rp. 141,50 – 127,52 = 13,98 Milyar (Surplus). Dan poin pentingnya RSUD RA Kartini Jepara tidak menggunakan subsidi dari dana APBD atau Nol rupiah semua belanja mampu ditalangi oleh pendapatan BLUD Rumah Sakit.

Bila dibandingkan apple to apple, antara managemen RSUD dr. Harjono vs managemen RSUD RA Kartini, maka sangat jauh bedanya. RSUD RA Kartini mampu secara mandiri membiayai operasionalnya hanya dengan menggunakan murni pendapatan jasa layanan umum BLUD tanpa bantuan anggaran APBD maupun pusat, sehingga dari APBD Kabupaten Jepara untuk RSUD RA Kartini adalah nol rupiah. Sedangkan RSUD dr. Harjono pada APBD tahun anggaran 2021 untuk operasionalnya memakai APBD sebesar 103 milyar.

Seandainya manajemen RSUD dr. Harjono sudah profesional seperti manajemen RSUD RA Kartini, maka bukankah dana APBD yang 103 milyar itu bisa dialihkan ke pembangunan infrastruktur perbaikan jalan tanpa harus berhutang? Pembangunan infrastruktur tetap dilaksanakan tapi tanpa hutang sehingga ke depan kemampuan fiskal akan lebih baik dan lebih sehat karena tidak perlu membayar angsuran.

Itulah tantangan berat Kepala Daerah ke depan, memperbaiki managemen RSUD dr. Harjono agar lebih profesional, efektif, efisien dan mandiri. Sehingga tidak selalu membebani APBD, karena masih banyak masalah-masalah lain yang harus diselesaikan dengan keterbatasan APBD Ponorogo saat ini. Dari satu sektor rumah sakit saja kalau manajemennya sudah baik akan mampu terjadi efisiensi 103 milyar. Apakah selamanya RSUD BLUD dr. Harjono akan tergantung kepada APBD Daerah?

Namun semuanya kembali kepada pengambil kebijakan dalam hal ini menjadi kewenangan Bupati dan DPRD dalam menyusun anggaran. Banyak pilihan yang bisa diambil, karena hidup adalah pilihan. Kita bisa memilih yang terbaik dan minim resiko. Berhutang boleh, tidak hutang juga akan lebih baik. Kalau pendapat saya pribadi mengapa harus hutang kalau ada alternatif lain yang tanpa hutang. Saat ini APBD Perubahan sedang dibahas antara Eksekutif dan Legislatif, semoga dapat dikoreksi dengan benar, sehingga akan didapatkan keputusan yang terbaik tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat Ponorogo. (*)

*) Penulis Aktivis di Forum Kajian Lintas Akademik (Fokalita)

Anda bisa mengakses berita di Google News

Baca Juga

JANGAN LEWATKAN

TERPOPULER

TERKINI